Bandar Lampung, Stratak-News | Kembali beredar adanya serangkaian pemeriksaan terhadap pejabat di Lampung oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis, 7 Maret 2019.
Dari informasi yang beredar, pemeriksaan ini dilakukan oleh penyidik KPK terhadap salah satu oknum kepala daerah dan sekretaris kabupaten/kota di Provinsi Lampung.
Informasi itu juga menyebutkan, pemeriksaan dilakukan di salah satu ruangan di Mapolda Lampung.
Saat dikonfirmasi terkait pemeriksaan tersebut, Juru Bicara KPK Febri Diansyah membantahnya.
Febri menegaskan, KPK tidak melakukan pemeriksaan seperti kabar yang beredar tersebut.
“Tidak ada info itu,” ungkap Febri.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Lampung Kombes Sulistyaningsih juga mengatakan hal serupa.
“Gak ada,” ujar dia singkat.
Sebelumnya, tiga bupati di Lampung harus berurusan dengan KPK.
Ketiganya adalah Bupati Lampung Tengah Mustafa, Bupati Lampung Selatan Zainudin Hasan, dan Bupati Mesuji Khamami.
1. Mustafa
Mantan Bupati Lampung Tengah Mustafa dijatuhi vonis tiga tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 23 Juli 2018.
Dalam amar putusannya, Majelis Hakim juga mencabut hak politik Mustafa selama 2 tahun.
Majelis juga mewajibkan Mustafa membayar denda Rp 100 juta subsider tiga bulan kurungan.
“Mengadili menyatakan terdakwa Mustafa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut menjatuhkan pidana karenanya selama tiga tahun dan denda Rp 100 juta dengan ketentuan bila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama tiga bulan,” ujar Ni Made Sudani saat membacakan amar putusan.
Dalam pertimbangan, hakim menilai perbuatan Mustafa tidak mendukung perbuatan pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Selain pidana penjara dan denda, majelis hakim juga memberikan pidana tambahan.
Yakni pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan politik selama dua tahun sejak terdakwa selesai menjalani masa pidana.
Dalam amar putusan, Mustafa terbukti menyuap anggota DPRD Lampung Tengah sejumlah Rp 9,6 miliar.
Penyuapan dilakukan bersama dengan Kepala Dinas Bina Marga Lamteng Taufik Rahman.
Pemberian uang secara berharap ke anggota DPRD dimaksudkan agar anggota DPRD memberikan persetujuan dan pernyataan rencana pinjaman daerah Lamteng ke PT Sarana muti Infrastruktur (MSI) sebesar Rp 300 miliar pada tahun anggaran 2018.
Pada perkembangannya, KPK kembali membuka penyelidikan baru terkait mantan Bupati Lampung Tengah Mustafa.
Hasil penyelidikan baru tersebut, KPK kembali menjadikan Mustafa sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi sebesar Rp 95 miliar selama Mei 2017 sampai Februari 2018.
Bersama Mustafa, juga dijadikan tersangka 6 orang lainnya, yakni dua pengusaha dan empat anggota DPRD Lampung Tengah.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menegaskan, penyidik KPK tengah bekerja untuk menyelidiki kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek pengadaan barang dan jasa oleh Mustafa pada tahun anggaran 2018.
“Untuk kasus ini masih proses penyidikan,” ujar Febri, Senin, 11 Februari 2019.
Dalam kasus ini, sebanyak 10 anggota DPRD Lampung Tengah diperiksa oleh penyidik KPK.
Pemeriksaan tersebut diduga terkait penetapan empat anggota DPRD Lampung Tengah sebagai tersangka kasus dugaan suap oleh KPK beberapa waktu lalu.
Mereka adalah Ketua DPRD Lamteng Achmad Junaidi Sunardi (Golkar), Zainuddin (Gerindra), Bunyana (Golkar), dan Raden Zugiri (PDIP).
Dalam perkara ini, mantan Bupati Lampung Tengah Mustafa juga ditetapkan sebagai tersangka.
2. Zainudin Hasan
Sementara Bupati nonaktif Lampung Selatan, Zainudin Hasan, masih menjalani proses persidangan.
Adik kandung Ketua MPR Zulkifli Hasan itu disebut turut menggerogoti Dana Alokasi Khusus (DAK) yang dikucurkan pemerintah pusat.
Nilai uang yang diraup berkisar Rp 27 miliar.
Total nilai dugaan korupsi Zainudin mencapai Rp 106 miliar.
Terdiri dari fee proyek Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Lamsel senilai Rp 72 miliar, gratifikasi Rp 7 miliar terkait eksploitasi hutan untuk tambang batubara di Kalimantan, dan meraup untung dari proyek DAK senilai 27 miliar.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Subari Kurniawan mengungkapkan, Zainudin turut menggarap proyek yang bersumber dari DAK Lamsel tahun 2017 dan 2018.
Modusnya, perusahaan Zainudin Hasan, yang dikelola oleh orang kepercayaan, turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan proyek pekerjaan.
Selain itu, Zainudin dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU) karena menyembunyikan asal-usul harta kekayaan yang diperoleh selama menjabat bupati Lamsel.
Jaksa KPK Hendra Eka Saputra menyebutkan, selama menjabat tahun 2016 hingga 2018 Zainudin telah menerima suap, gratifikasi, dan pendapatan tidak semestinya sebesar Rp 106 miliar.
“Yang diketahui atau patut dapat diduganya merupakan hasil tindak pidana korupsi,” ungkap Hendra dalam persidangan.
Hendra menyebutkan Zainudin berusaha menyamarkan asal-usul harta kekayaan dengan menggunakan nama orang lain.
Antara lain, menempatkan atau mentransferkan uang dengan menggunakan rekening milik orang lain.
“Penempatan uang ini di rekening milik Gatoet Soeseno di Bank Mandiri, dalam kurun waktu Februari 2016 hingga Juli 2018,” ujarnya.
Kemudian gratifikasi yang diterima Zainudin sebesar Rp 100 juta per bulan dari PT Baramega Citra Mulia, disamarkan seolah-olah sebagai gaji komisaris.
Total Zainudin menerima Rp 3 miliar dan secara bertahap ditransferkan ke rekening Mandiri atas nama Sudarman yang merupakan karyawan Zainudin.
Selain itu, penempatan dan membelanjakan atau membayarkan untuk pembelian kendaraan bermotor dengan menggunakan rekening milik orang lain.
“Terdakwa juga menggunakan rekening Sudarman untuk menerima gratifikasi dari PT Citra Lestari Persada dengan jumlah Rp 4 miliar, untuk selanjutnya dibayarkan untuk pembelian kendaraan bermotor,” ujarnya.
Kendaraan bermotor yang dimaksud yakni, dua unit New Xpander, Mitsubishi All New Pajero Sport Dakar, Mercedes Benz CLA 200 AMG, motor Harley Davidson, dan pembayaran uang muka Toyota Vellfire.
3. Khamami
KPK menetapkan Bupati Mesuji Khamami sebagai tersangka.
Selain itu adik Khamami, Taufik Hidayat, dan Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Wawan Suhendra juga ditetapkan sebagai tersangka.
Ketiganya diduga sebagai penerima suap.
KPK juga menetapkan pemilik PT Jasa Promix Nusantara (PT JPN) dan PT Secilia Putri, Sibron Azis dan seorang swasta bernama Kardinal sebagai tersangka.
Keduanya diduga sebagai pemberi suap.
“KPK menetapkan 5 orang tersangka sejalan dengan peningkatan status penanganan perkara ke penyidikan,” kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (24/1/2019).
Khamami diduga menerima uang sebesar Rp 1,28 miliar dari Sibron melalui beberapa perantara.
Pemberian tersebut diduga terkait fee pembangunan proyek-proyek infrastruktur di Kabupaten Mesuji tahun anggaran 2018.
“Diduga uang tersebut merupakan bagian dari permintaan fee proyek sebesar 12 persen dari total nilai proyek yang diminta melalui WS kepada rekanan calon pemenang atau pelaksana proyek di Dinas PUPR Kabupaten Mesuji sebelum lelang,” papar Basaria.
Basaria menyebutkan, diduga fee tersebut merupakan pembayaran fee atas 4 proyek yang dikerjakan dua perusahaan Sibron.
“Diduga fee proyek diserahkan kepada TH (Taufik) dan digunakan untuk kepentingan bupati,” kata Basaria.
Khamami, Taufik, dan Wawan disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Sementara, Sibron dan Kardinal disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Komentar