Banjir Bandang Lumpuhkan Jalur Trans Sultra- Sulteng

Nasional398 views

Kendari – Lalu lintas Trans Sulawesi yang menghubungkan Sulawesi Tengah (Sulteng) dan Sulawesi Tenggara (Sultra) tertutup total karena jembatan di Sungai Dampala, Sulawesi Tengah, roboh karena banjir bandang yang terjadi pada Sabtu (8/6) dini hari.

Dalam laporan  Antara menyebutkan, kini ratusan kendaraan   tertahan di Trans Sulawesi ruas Bungku Tengah, karena jalur ini memang sedang ramai dilintasi para pemudik yang akan kembali ke kota masing-masing setelah merayakan Idul Fitri, baik ke kota-kota di Sulteng maupun di Sultra.

Hujan yang terus mengguyur wilayah Sulawesi selama tiga hari berturut-turut membuat banjir menggenangi jalan dan pemukiman warga. Pemerintah Kabupaten Morowali telah mengeluarkan imbauan kepada warga agar mewaspadai banjir dan bencana alam lain sehubungan dengan hujan deras yang terus menerus mengguyur sejak tiga hari terakhir.

Ambruknya  jembatan di ruas Trans Sulawesi ini juga memutus hubungan  dengan perusahaan tambang terbesar,  Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP),  dengan daerah-daerah di sekitarnya.

“Jembatan ini adalah jalur satu-satunya menuju kawasan IMIP, selanjutnya ke perbatasan Sulteng-Sultra di Konawe Utara, tidak ada jalur alternatif,” ujar Ronal, seorang warga Desa Bahodopi kepada Antara, Sabut (8/6).

Dengan terputusnya jembatan Dampala, praktis kawasan IMIP terisolir dari hubungan darat baik dari arah Palu, ibu kota Sulteng maupun dari arah Kendari, ibu kota Sultra, karena banjir bandang juga memutus Trans Sulawesi dari Sultra ke Sulteng di Kabupaten Konawe Utara, Sultra.

Belum ada konfirmasi dari pejabat berwenang di Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) XIV Wilayah Sulteng. Namun, ada informasi bahwa BPJN sedang mengupayakan untuk mengerahkan jembatan darurat ke Dampala untuk mengatasi sementara agar arus balik Idul Fitri bisa kembali lancar.

Selain di Sulawesi Tengah,  akibat banjir bandang, jalanan mengalami kerusakan total   di  Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra),  jalanan  beraspalambruk. Akibat banjir itu, sebanyak  98 KK (kepal Keluarga), sejak sebelum hari raya Idul Fitri 1440H,  sejak Minggu (2/6/2019) dini hari sudah dievakuasi oleh tim  Basarnas Kendari.

Baca Juga:   Sri Mulyani: Pidato Ketua MPR Zulkifli Hasan Bermuatan Politis dan Juga Menyesatkan

Humas Basarnas Kendari, Wahyudi  menjelaskan, tim Basarnas melakukan evakuasi warga di dua desa yakni Desa Walalindu 23 KK dan Desa Tapuwatu 75 KK. “Hari ini tim kami tiba di lokasi banjir dan sudah menangani warga korban banjir pada dua desa dari sekian banyak desa yang dilanda banjir,” katanya,

Sejak Senin (3/6/2019) Dikatakan Wahyudi, para korban dibawa ke tenda-tenda pengungsian bersama warga lain yang telah lebih dahulu mengungsi. “Sampai hari ini ketinggian air berkisar dua meter sampai empat meter pada spot tertentu,” katanya.

Tim Basarnas lanjutnya, akan terus melakukan evakuasi terhadap warga di beberapa tempat yang masih terisolir. Sebelumnya, banjir bandang melanda wilayah Kabupaten Konawe Utara pada Minggu dini hari.  Peristiwa itu diakibatkan hujan yang terus mengguyur sejak beberapa pekan terakhir di wilayah itu.

Sementara, aktivis Lingkungan Hidup  SulTra, Kisran Makati mengungkapkan bahwa,  Dilihat dari warna air dari banjir itu,  mirip tanah sisa-sa  kerukan  atau bekas galian tambang nikel, dan sisa-sisa Aktivitas land clearing perkebunan sawit.

Mengingat Aktivitas kedua sektor tambang dan sawit berada di Hulu, Sehingga potensi erosi ,sisa kerukan, resapan yg tdk memadai dan tutupan hutan yg sdh menipis, mengakibatkan air meluap di wilayah rendah – pemukiman masyarakat atau disekitar sungai Linomoyo Konawe Utara

Banjir Di konut sulit dipisahkan dari Aktivitas industri ekstraktif. Akibat ulah manusia yang serakah, hanya sekedar mengeruk keuntungan semata, Tanpa mempertimbangan faktor Lingkungan, dan mengabaikan nasib antar generasi.

Karena itu, Kisran mengharapkan, Saatnya pemda provinsi Sultra dan Kabupaten Melakukan evaluasi menyeluruh terhadap keberadaan IUP tambang dan izin perkebunan sawit, yg memicu bencana alam yg kerapkali mengancam Sulawesi Tenggara, selama kurang – lebih 10 tahun terakhir. (berbagai sumber/Mp)

Komentar